Wall Street Bergejolak: Investor Panik Konflik Iran-Israel, Apa Dampaknya?

Indeks-indeks utama saham Amerika Serikat (AS) di Wall Street mengakhiri perdagangan Jumat (20/6) dengan pergerakan fluktuatif. Volatilitas ini didorong oleh kegelisahan investor akan potensi keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik Iran-Israel yang semakin memanas.
Menurut laporan Reuters pada Senin (23/6), Dow Jones Industrial Average (.DJI) berhasil naik tipis 0,08 persen, menutup sesi di level 42.206,82 poin. Namun, pergerakan berbeda terlihat pada indeks teknologi Nasdaq yang melemah 0,51 persen menjadi 19.447,41 poin, serta S&P 500 yang turun 0,22 persen ke angka 5.967,84 poin. Secara keseluruhan minggu ini, S&P 500 mencatat penurunan, sementara Nasdaq berhasil membukukan kenaikan mingguan.
Kekhawatiran global mendominasi sentimen pasar. Sebelumnya, Iran menyatakan tidak akan membahas program nuklirnya di tengah serangan Israel, meskipun Eropa berupaya mendorong Teheran kembali ke meja negosiasi. Suasana semakin tegang setelah Gedung Putih pada Kamis (19/6) mengumumkan bahwa Presiden AS Donald Trump belum memutuskan dalam dua minggu ke depan apakah AS akan terlibat dalam perang udara Israel-Iran, menambah tekanan bagi Teheran untuk bernegosiasi. Situasi ini memburuk ketika pada Minggu (22/6), Trump dilaporkan mengikuti langkah Israel dengan menyerang Iran, sebuah perkembangan yang tentu saja memperdalam kecemasan pasar.
“Investor sedikit gugup untuk membeli saham tepat di depan situasi ini dan, lebih khususnya, tepat di depan akhir pekan ini,” ujar Rick Meckler, seorang mitra di Cherry Lane Investments di New Vernon, New Jersey, menggambarkan suasana kehati-hatian yang melanda pasar.
Di antara saham-saham individu, sektor teknologi megacap menjadi pemberat utama. Saham Nvidia (NVDA.O) tercatat sebagai salah satu kontributor poin negatif terbesar pada indeks S&P 500 dan Nasdaq. Di sisi lain, saham Kroger (KR.N) melonjak 9,8 persen setelah rantai toko kelontong tersebut meningkatkan perkiraan pertumbuhan penjualan tahunannya. Sebaliknya, Accenture (ACN.N) merosot 6,9 persen setelah penyedia layanan TI itu melaporkan penurunan pemesanan baru pada kuartal ketiga.
Volume perdagangan pada hari Jumat tercatat lebih tinggi dari rata-rata baru-baru ini, dengan total 20,91 miliar saham berpindah tangan dibandingkan rata-rata 18,06 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir. Hari itu juga menandai peristiwa “triple-witching“, yaitu berakhirnya opsi saham, indeks saham berjangka, dan kontrak opsi indeks saham secara simultan yang terjadi sekali setiap kuartal, seringkali menyebabkan volatilitas volume.
Selain sentimen geopolitik, investor juga mencermati komentar dari para pejabat Federal Reserve (The Fed). Pada Rabu (18/6), The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga tidak berubah. Meskipun demikian, Ketua The Fed Jerome Powell memperingatkan bahwa inflasi berpotensi meningkat selama musim panas akibat tarif yang diberlakukan Trump. Kontras dengan Powell, Gubernur Fed Christopher Waller berpendapat bahwa risiko inflasi dari tarif terpantau kecil dan The Fed harus memangkas suku bunga segera setelah pertemuan berikutnya. Namun, Presiden Fed Richmond Tom Barkin memiliki pandangan berbeda, menyatakan tidak ada urgensi untuk memotong suku bunga saat ini.
Pergerakan pasar juga mencerminkan indikator teknis. Di NYSE, saham yang mengalami penurunan melebihi jumlah saham yang naik dengan rasio 1,1 banding 1. Terdapat 102 saham mencapai titik tertinggi baru dan 59 mencapai titik terendah baru. Sementara itu, di Nasdaq, sebanyak 1.894 saham naik dan 2.651 saham jatuh, menunjukkan rasio penurunan melebihi kenaikan sebesar 1,4 banding 1.