Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Business

Teror Haji: Kronologi, Motif, dan Fakta di Balik Ancaman Pesawat

Rusydi Baya’gub punya perasaan was-was begitu awak pesawat Saudia Airlines mengumumkan pesawat akan mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara, Sabtu (21/06) pagi.

Kecemasan Rusydi bukan tanpa alasan. Ia menyadari bahwa insiden pendaratan darurat ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Hanya beberapa hari sebelumnya, tepatnya pada Selasa, 17 Juni 2025, maskapai yang sama juga melakukan tindakan serupa setelah menerima ancaman bom yang mengguncang penerbangan.

“Perasaan saya sudah langsung mengarah ke sana. Oh, ini sepertinya terjadi lagi,” tutur Rusydi kepada wartawan Petrus Riski yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, menggambarkan firasat buruknya yang ternyata benar.

Sebagai Ketua Kloter 33 Surabaya, Rusydi mencatat bahwa pengumuman tersebut tidak serta-merta menimbulkan kepanikan di kalangan para penumpang yang baru saja menunaikan ibadah haji. Menurutnya, mayoritas penumpang kurang memahami sepenuhnya situasi genting yang sedang mereka alami di dalam pesawat.

“Kita akan landing di Kualanamu Medan demi keselamatan, bahasanya begitu dari awak pesawat. Kami tidak membawa tas dan lain sebagainya kecuali tas paspor,” papar Rusydi, mengisahkan momen saat penumpang diminta bersiap.

Para penumpang berhasil turun dengan tertib, tanpa menunjukkan tanda-tanda kepanikan, seperti yang terekam jelas dalam video yang ditunjukkan Rusydi. Petugas yang menyambut mereka di Bandara Kualanamu juga tidak terlihat terburu-buru, menciptakan suasana yang relatif tenang di tengah situasi darurat tersebut.

Ketika tiba di ruang tunggu, barulah serangkaian pemeriksaan ketat dimulai. Sejumlah anggota TNI, polisi, dan petugas bandara sigap memeriksa bagasi penumpang hingga seluruh bagian pesawat. Proses pemeriksaan ini, menurut Rusydi, memakan waktu yang cukup lama.

“Kita sempat diistirahatkan di hotel, kemudian kita diterbangkan kembali jam 03.30 dini hari WIB menuju Surabaya,” ujar Rusydi, menceritakan kelanjutan perjalanan mereka setelah situasi dinyatakan aman.

Setibanya di Bandara Djuanda, Sidoarjo, Jawa Timur, sejumlah keluarga tampak datang menjemput para jemaah haji. Pemandangan mengharukan pun terjadi, sebagian kerabat menangis haru bercampur lega. “Kerabat-kerabat penumpang mungkin tahu karena mereka melihat dari media-media yang menyebarkan berita tersebut, yang menjelaskan adanya ancaman bom. Sementara kami yang di pesawat itu tidak terlalu memperhatikan. Para penumpang tidak terlalu risau, galau dan sebagainya,” papar Rusydi, menggarisbawahi perbedaan reaksi antara jemaah di pesawat dan keluarga di darat.

Kronologi ancaman bom

Insiden bermula sekitar pukul 06.45 WIB, ketika kapten pesawat Saudia Airlines dengan kode penerbangan SVA5688 menerima kabar buruk. Otoritas penerbangan di ATC Oman menginformasikan adanya ancaman bom terhadap pesawat yang sedang diterbangkannya. Informasi krusial ini, menurut petugas di darat, diterima melalui surat elektronik atau email.

“Dari Oman, dia [pilot] cek ke perusahaannya dan ternyata harus mendarat sesuai prosedur penerbangan,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Utara, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, seperti dikutip dari laman Detik.com, menjelaskan langkah cepat yang diambil pilot untuk menjaga keselamatan penerbangan.

Kabar ini juga dengan sigap diterima oleh AirNav di Jakarta, yang kemudian meneruskan peringatan tersebut kepada petugas Pengatur Lalu Lintas Udara (ATC) di Kuala Lumpur, Malaysia. Koordinasi lintas negara menjadi kunci dalam penanganan situasi darurat ini.

“Kemudian ATC Kuala Lumpur menyampaikan kepada pilot. Lalu pilot meminta landing (mendarat) di Kualanamu untuk skrining terhadap pesawat,” jelas Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, kepada wartawan di Jakarta, seperti dikutip dari laman Tempo.co.

Pesawat Saudia Airlines bernomor penerbangan SV5688, yang sedang dalam rute Jeddah-Surabaya, akhirnya melaksanakan pendaratan darurat sesuai prosedur yang berlaku.

“Pukul 09.27 WIB, telah mendarat satu penerbangan dialihkan di Bandara Internasional Kualanamu,” kata Plt Director of Operation and Service PT Angkasa Pura Aviasi, Nugroho, dalam keterangan tertulis di Medan, Sabtu (21/06), mengonfirmasi waktu pendaratan pesawat.

Pesawat Saudia Airlines tersebut membawa total 376 penumpang, terdiri dari 196 laki-laki dan 180 perempuan, serta 10 kru pesawat. Begitu mendarat, seluruh penumpang langsung dievakuasi menuju terminal bandara dan dilakukan pemeriksaan ketat oleh aparat gabungan yang telah bersiaga.

Tim gabungan, termasuk petugas dari Lanud Soewondo, Tim Jihandak Kodam I/Bukit Barisan, dan Brimob Polda Sumut, segera melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pesawat dan barang-barang penumpang. Dalam operasi pengamanan ini, Kodam I/Bukit Barisan mengerahkan satu satuan setingkat kompi (SSK) Yonkav 6/NK, satu satuan setingkat peleton (SST) Jihandak Yonzipur 1/DD, didukung oleh satu SST Kopasgat TNI AU, dan satu SST Gegana Brimob Polda Sumut, menunjukkan keseriusan dalam penanganan ancaman tersebut.

“Hingga pukul 18.30 WIB (21/06), seluruh penumpang telah diamankan dan ditempatkan di tiga hotel sekitar area bandara dalam keadaan selamat,” ujar Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, memberikan kabar baik. “Pemeriksaan menyeluruh terhadap pesawat sudah dilaksanakan dan dinyatakan aman, sedangkan seluruh barang bawaan masih dalam proses pemeriksaan.”

Setelah bermalam di hotel untuk beristirahat, para penumpang melanjutkan penerbangan mereka ke Surabaya pada Minggu (22/06). Hingga pemeriksaan usai, yang melegakan adalah tidak ada bom yang ditemukan.

“Sampai saat ini, tidak ada ditemukan adanya dugaan bom yang menjadi teror di pesawat tersebut,” tegas Kepala Polda Sumatera Utara Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, Sabtu (21/06), memastikan bahwa ancaman bom tersebut merupakan hoaks.

Dua teror dalam satu pekan

Insiden ancaman bom yang menimpa maskapai Saudia Airlines ini menjadi sorotan karena terjadi dua kali dalam satu pekan, menimbulkan pertanyaan besar mengenai motif di baliknya.

Sebelumnya, pada Selasa (17/06) lalu, pesawat Saudia Airlines bernomor SV-5726 dengan rute Jeddah-Jakarta juga terpaksa melakukan pendaratan darurat di Bandara Kualanamu Deli Serdang pada pukul 10.44 WIB.

Pesawat tersebut kala itu juga membawa jemaah haji yang hendak kembali ke Tanah Air, dengan total 442 jemaah haji asal pemberangkatan Kota Depok, Jawa Barat. Sama seperti insiden kedua, pesawat tersebut dinyatakan aman setelah tim penjinak bahan peledak Kepolisian Daerah Sumatera Utara melakukan penyisiran menyeluruh.

Menariknya, kedua ancaman bom ini memiliki modus operandi yang serupa: keduanya datang melalui email. “Kemungkinan sama [dengan ancaman sebelumnya], karena informasinya dari wilayah India. Kita dalami. [Teror bom] pertama dari email. Ini butuh koordinasi antarnegara,” kata Kepala Polda Sumatera Utara, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, menyoroti pola yang mencurigakan dan kebutuhan akan kerja sama internasional dalam penyelidikan.

Apa motif dalam dua peristiwa ancaman bom?

Menanggapi serangkaian ancaman bom yang menyasar penerbangan haji, Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa informasi tersebut tidak berdasar dan diklasifikasikan sebagai informasi hoaks.

“Kedua penerbangan telah ditangani sesuai dengan protokol kontingensi yang berlaku. Setelah melalui penilaian menyeluruh, ancaman yang diterima dinyatakan tidak berdasar dan diklasifikasikan sebagai hoaks oleh otoritas terkait,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Lukman F. Laisa, seperti dikutip kantor berita Antara, menekankan efektivitas protokol keamanan penerbangan yang diterapkan.

BBC News Indonesia telah berupaya menghubungi Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, serta Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian Indonesia, Wahyu Widada, untuk mengetahui perkembangan terkini mengenai pelaku dan motif di balik ancaman ini. Namun, hingga artikel ini diterbitkan, belum ada respons yang diterima.

Sementara itu, Al-Chaidar, seorang pengamat terorisme dari Indonesia Terrorism Watch, memberikan perspektif menarik. Menurutnya, tidak ada motif ideologis yang mendasari peristiwa teror ini. “Kita kemarin sudah cek kelompok-kelompok teroris. Ternyata kelompok JAD [Jamaah Ansharu Daulah] tidak ada, JAT [Jamaah Ansharu Tauhid] tidak ada, MIT [Mujahidin Indonesia Timur] tidak ada, OPM [Organisasi Papua Merdeka] tidak ada. Kelompok-kelompok yang lain juga enggak ada,” kata Al-Chaidar, menyingkirkan dugaan keterlibatan kelompok teroris besar.

Pelaku perseorangan yang tidak terafiliasi atau lonewolf—meskipun sering kali lahir dari kelompok-kelompok teror yang sudah mapan seperti ISIS—juga dapat dikesampingkan dari kemungkinan pelaku, menurut analisis Al-Chaidar.

“Yang banyak melahirkan lone wolf kan dari ISIS, itu juga tidak ada. Kalau Al-Qaeda sudah lama enggak ada, sama seperti JI [Jemaah Islamiyah] juga sudah dibubarkan karena Al-Qaeda-nya sudah enggak ada,” paparnya, memperkuat dugaan bahwa pelaku bukan bagian dari jaringan teroris besar.

“Indonesian Terrorist Watch simpulkan bahwa ini bukan berasal dari kelompok-kelompok teroris yang selama ini ada. Tapi ancaman lewat email, itu sudah tergolong sebuah tindakan terorisme,” tambahnya, menegaskan bahwa meskipun bukan dari kelompok terorganisir, tindakan ini tetap merupakan ancaman teror.

Dari hasil penyelidikan bersama rekan-rekannya, Al-Chaidar menduga kuat bahwa pelakunya berasal dari Indonesia, meskipun menggunakan VPN dari India untuk menyamarkan jejaknya. “Jadi sejauh yang kita lihat, ternyata mereka-mereka yang mengirimkan email, itu orang Indonesia. Namun memakai VPN dari India,” klaimnya.

Al-Chaidar juga mengaitkan motif ini dengan pengelolaan haji, mengingat targetnya adalah maskapai yang membawa jemaah haji. “Mungkin ini terkait dengan pengelolaan haji. Karena yang diincar adalah maskapai yang membawa jemaah haji,” sambungnya. Penting dicatat bahwa BBC News Indonesia tidak dapat memverifikasi pernyataan ini secara independen.

Apa yang harus dilakukan pemerintah?

Mempelajari dua kasus teror beruntun yang menimpa maskapai penerbangan ini, Al-Chaidar berpandangan bahwa sudah saatnya pemerintah memperkuat sistem keamanan digital. “Harus memperkuat untuk urusan-urusan keamanan internet. Jadi masalah-masalah security system, masalah email,” katanya, menekankan pentingnya pertahanan siber dalam menghadapi ancaman modern.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Lukman F. Laisa, menginformasikan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi formal dengan Otoritas Penerbangan Sipil Saudi (GACA). “Untuk bersama-sama meningkatkan langkah-langkah pengamanan penerbangan dari ancaman bom,” ujar Lukman, menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga keselamatan penerbangan internasional.

Teror pesawat di Indonesia

Sejarah teror pesawat di Indonesia mencatat satu insiden pembajakan dramatis. Pada 28 Maret 1981, pesawat DC 9 rute Jakarta-Medan, yang dikenal dengan sebutan Woyla milik Garuda Indonesia, dibajak. Para pembajak, yang dipimpin oleh Imran bin Muhammad Zein, mengidentifikasi kelompok mereka sebagai Komando Jihad.

Lima pelaku pembajakan menuntut pembebasan 80 orang tahanan rekan mereka dan sejumlah tebusan uang tunai sebesar US$1,5 juta. Peristiwa ini tercatat sebagai insiden terorisme pertama dan hingga saat ini menjadi satu-satunya dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia yang melibatkan pembajakan pesawat.

Pesawat tersebut membawa 48 penumpang, dengan 33 di antaranya terbang dari Jakarta dan sisanya berasal dari Palembang. Setelah singgah untuk mengisi bahan bakar di Penang, pesawat kemudian terbang lagi menuju Bangkok setelah tuntutan para pembajak dipenuhi.

Drama pembajakan ini akhirnya berakhir pada 31 Maret 1981, di Bandara Mueang, Bangkok, Thailand. Pasukan elite Grup 1 Para Komando dari Komando Pasukan Sandi Yudha (Koppasandha, sekarang bernama Kopassus) yang dipimpin oleh Letkol Infantri Sintong Panjaitan, melakukan operasi pembebasan yang heroik.

Operasi penyelamatan yang berlangsung hanya selama tiga menit itu mengakibatkan empat pembajak tewas tertembak, sedangkan satu orang pembajak, Imran bin Muhammad Zein, berhasil ditangkap dan kemudian dihukum mati. Sayangnya, operasi ini juga memakan korban. Pilot Kapten Herman Rante dan anggota Koppasandha bernama Achmad Kirang gugur dalam menjalankan tugas pembebasan sandera tersebut.

Jangan bercanda soal bom

Peringatan keras bagi siapa pun yang berniat iseng: bercanda soal bom di kawasan bandara, apalagi di dalam pesawat, adalah perkara serius yang bisa berujung pada konsekuensi hukum berat. Situs Kementerian Perhubungan dengan tegas menyatakan bahwa individu yang terlibat dalam lelucon bom di lingkungan penerbangan dapat dihukum hingga delapan tahun penjara.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2008 Tentang Penerbangan, khususnya pasal 437, secara jelas menyebutkan bahwa setiap orang yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun. Ancaman hukuman ini meningkat drastis. Apabila tindakan tersebut mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, pelaku bisa dipidana penjara hingga delapan tahun. Bahkan, hukuman bisa ditambah hingga 15 tahun jika tindakan tersebut mengakibatkan kematian, menunjukkan keseriusan negara dalam melindungi sektor vital ini.

Kementerian Perhubungan mencatat bahwa pada tahun 2015 saja, terjadi 13 kali penyampaian informasi palsu semacam itu, menandakan masalah yang cukup sering terjadi.

  • Pada 14 Januari 2016, seorang penumpang Lion Air nomor penerbangan JT-143 ditangkap petugas keamanan Bandara Depati Amir Pangkalpinang, Bangka-Belitung. Penumpang ini mengaku membawa bom saat sedang menjalani pemeriksaan bagasi, namun kemudian berkilah terjadi miskomunikasi dengan petugas bandara.
  • Pada Februari 2017, seorang pria gagal terbang gara-gara bercanda membawa tas berisi bom saat memasuki pesawat di Lombok International Airport, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
  • Pada 5 Mei 2018, penerbangan Lion Air JT 787 rute Makassar-Surabaya juga terpaksa ditunda selama 80 menit karena seorang penumpang berinisial ST menyebut ada bom dalam barang bawaan yang hendak dimasukkan ke kabin. Penumpang berinisial ST diserahkan ke Aviation Security Angkasa Pura I cabang Makassar untuk penyelidikan lebih lanjut.
  • Pada 2 Juli 2019, seorang penumpang penerbangan Batik Air rute Manokwari-Sorong berinisial JT terpaksa harus berurusan dengan aparat kepolisian karena bercanda membawa bom dalam barang bawaannya.
  • Pada 2023, paling sedikit ada tiga kasus ‘becanda’ bom, termasuk kasus yang terjadi pada 6 Desember pada penerbangan Pelita Air IP 205 rute Surabaya-Jakarta.
  • Pada 2024, seorang penumpang yang mengaku membawa bom di dalam pesawat Super Air Jet tujuan Kualanamu, di Sumatra Utara, ditangkap otoritas Bandara Internasional Minangkabau.
  • Pada April 2025, seorang penumpang perempuan dilarang terbang dan diturunkan paksa dari pesawat lantaran mengaku membawa bom pada penerbangan Batik Air tujuan Bandara Soekarno Hatta – Manado.
  • Apa penyebab pesawat Air India jatuh dalam 30 detik?
  • Tayangan kecelakaan pesawat kerap viral di media sosial, apakah insiden transportasi udara meningkat?
  • Apa yang terjadi kalau ada penumpang meninggal dunia saat pesawat sedang terbang?
  • Kisah empat bocah bertahan hidup 40 hari di Hutan Amazon setelah pesawat jatuh
  • Mengapa pesawat dilarang terbang saat gunung meletus? – Kisah pesawat British Airways selamat dari letusan Gunung Galunggung
  • Apa itu turbulensi pesawat dan kenapa bisa terjadi?
  • Cara ampuh sejak Perang Dunia Kedua agar pilot tidak tidur dan tetap waspada
  • Pilot dan kopilot Batik Air tertidur selama 28 menit saat penerbangan, Kemenhub beri ‘teguran keras’ – Apa itu pilot fatigue dan bagaimana mencegahnya?
  • Cara awak pesawat Japan Airlines mengevakuasi penumpang dari ‘lautan neraka’ tanpa korban jiwa

Related Articles

Back to top button