OTT di Sumatera Utara: 20 Persen Anggaran Disiapkan untuk Suap

Beritasob.com – , Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara senilai Rp 231,8 miliar diduga sengaja diatur agar dimenangkan oleh PT DNG dan PT RN.
KPK telah menetapkan Direktur Utama PT DNG, Akhirun Efendi Siregar, dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang, telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan suap kepada sejumlah pihak, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, demi memenangkan proyek tersebut.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu mengatakan jika Akhirun dan Rayhan berhasil memenangkan lelang, mereka berencana mengalokasikan sekitar 10 hingga 20 persen dari total nilai proyek untuk menyuap sejumlah pihak.
“Sekitar 10-20 persen yang akan dia bagikan, seperti itu. Jadi sekitar Rp 46 miliar kurang lebih, seperti itu. Pada siapa saja? Itu yang sedang kami dalami,” kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Sebagai uang muka, Akhirun dan Rayhan menyiapkan uang sebesar Rp 2 miliar terlebih dahulu agar bisa ditunjuk sebagai rekanan tanpa melalui mekanisme dan prosedur yang sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Uang tersebut dibagikan ke beberapa pihak, termasuk tiga tersangka lainnya, yaitu Topan, Rasuli, dan Haliyanto.
Asep mengatakan terdapat dua proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara yang akan digarap oleh PT DNG dan PT RN, yaitu di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara.
Untuk proyek di Dinas PUPR Sumut, meliputi pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp 96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar. Sementara itu, proyek kedua berada di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara, yakni meliputi preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI untuk tahun anggaran 2023 senilai Rp 56,5 miliar, proyek serupa untuk tahun 2024 senilai Rp 17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk tahun 2025.
Asep mengatakan KPK sebenarnya sempat mempertimbangkan untuk menunggu hingga kedua perusahaan swasta tersebut mulai mengerjakan proyek. Rencananya, setelah pembangunan jalan selesai, barulah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Menurut Asep, jika skenario itu dijalankan, barang bukti hasil OTT bisa jauh lebih besar, sekitar 20 persen dari total nilai proyek Rp 231,8 miliar, karena persentase tersebut memang disiapkan untuk suap.
Namun, kata Asep, skenario tersebut memiliki risiko besar. Jalan yang sudah dibangun dikhawatirkan memiliki kualitas buruk karena dikerjakan oleh perusahaan yang memenangkan lelang tanpa melalui proses yang benar. Selain itu, anggaran proyek pun sudah mengalami pemotongan.
“Paling tidak tadi sekitar Rp 46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap demi memperoleh pekerjaan tersebut, bukan digunakan untuk pembangunan jalan,” kata Asep.
Karena itu, KPK memutuskan memilih opsi kedua, yaitu langsung melakukan OTT lewat uang suap awal sebesar Rp 2 miliar. Menurut Asep, pilihan ini dianggap lebih berpihak kepada masyarakat, dengan harapan pemerintah daerah Sumatera Utara nantinya dapat menunjuk perusahaan yang kredibel untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan tersebut.
Dari hasil OTT tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 231 juta, yang merupakan sebagian kecil dari total komitmen suap senilai Rp 2 miliar. Asep mengatakan KPK akan menelusuri lebih lanjut aliran dana itu dan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Walaupun dengan barang bukti yang lebih sedikit, tidak Rp 46 miliar, tetapi perusahaannya tersebut tidak akan menjadi pemenang,” kata Asep.
Pilihan Editor: Konstruksi Perkara Dugaan Korupsi di Dinas PUPR Sumut