LBHM Pertanyakan Putusan Hakim dalam Kasus Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Lebak Bulus

Beritasob.com – , Jakarta – Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Maruf Bajammal, menyatakan anak yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan di Lebak Bulus berinisial, MAS, tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sebabnya, MAS terbukti tidak bisa mengendalikan dirinya saat peristiwa pembunuhan terjadi karena mengalami disabilitas mental.
Pilihan editor: Mantan Sekretaris MA Nurhadi Ditahan KPK setelah Bebas. Ada Apa?
Sehingga pengakuan dan permintaan maaf oleh MAS bisa menegasikan konsekuensi hukum terhadapnya. “MAS terbukti mengalami kondisi masalah kesehatan mental. Namun tidak dipertimbangkan dengan baik oleh hakim yang memeriksa dan mengadili MAS,” kata Maruf saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah hakim membacakan putusan akhir kasus MAS pada Senin, 30 Juni 2025.
Adapun Hakim menjatuhi hukuman pidana pembinaan kepada MAS di Sentra Handayani, Bambu Apus, Jakarta Timur, selama dua tahun. Sentra Handayani merupakan lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial di bawah Kementerian Sosial.
Menurut dia, MAS perlu diperiksa lebih lanjut. LBHM mendorong kepada pihak yang bersangkutan agar melihat lebih dalam kondisi MAS. “Menurut dokter, ia harus segera diberikan pengobatan,” ujar Maruf.
LBHM masih mempertimbangkan untuk menempuh upaya hukum atas putusan hakim dalam kasus ini. LBHM perlu berdiskusi untuk mengajukan permohonan banding atau tidak setelah putusan pidana pembinaan yang dijatuhkan hakim tersebut.
“Termasuk juga mendengar pendapat dari korban yang merupakan orang tuanya itu sendiri,” ujar Maruf.
Sebelumnya, LBHM meminta agar kasus pembunuhan ayah dan nenek oleh seorang anak berinisial MAS diselesaikan dengan upaya keadilan restoratif (restorative justice). Perkara tersebut tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pengacara publik LBHM sekaligus kuasa hukum anak MAS, Maruf Bajammal, mengatakan selama jalannya persidangan, MAS terbukti mengalami disabilitas mental. Sehingga sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang Hukum Pidana, MAS tidak dapat bertangggung jawab terhadap perbuatannya.
“Dari agenda pembuktian persidangan MAS, menurut pendapat para ahli MAS direkomendasikan untuk diberikan pengobatan dan dukungan untuk pemulihannya,” ujar Maruf melalui keterangan tertulis.
Sidang kasus MAS itu menghadirkan tiga orang saksi ahli yang keterangannya meringankan MAS. Berdasarkan hasil visum et repertum psychiatricum terhadap MAS, para ahli menekankan bahwa MAS mengalami permasalahan mental yang seharusnya menjadi dasar penting untuk menerapkan pendekatan rehabilitatif dalam kasus ini.
Menurut dia, negara seharusnya berkewajiban untuk memastikan tersedianya fasilitas medis dari layanan rehabiilitasi jiwa bagi MAS. Sebab, apabila MAS tidak diberikan fasilitas medis yang layak, dia berisiko mengalami kekambuhan atau residivisme baik dalam bentuk perilaku kekerasan impulsif maupun penurunan adaptasi sosial.
“Negara harus hadir dengan mewujudkan keadilan restoratif dengan memberikan alternatif penghukuman kepada MAS menjalani pengobatan,” kata dia.
MAS adalah siswa kelas X salah satu sekolah menengah atas di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Remaja tersebut mengaku menikam ayah, ibu, dan neneknya karena mendapat bisikan saat sulit tertidur di rumahnya kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada Sabtu dini hari, 30 November 2024 lalu.
Akibatnya, ayah MAS yang berinisial APW (40 tahun) dan neneknya RM (69 tahun) tewas. Sementara ibunya AP (40 tahun) selamat, walau luka parah.
Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Pemicu Perseteruan Dokter dengan Menteri Kesehatan