Kuota Impor Sapi Dibebaskan: Apa Dampaknya Bagi Harga Daging?

Beritasob.com – , Jakarta – Pemerintah secara resmi menghapus pembatasan kuota untuk impor sapi hidup, sebuah kebijakan signifikan yang diumumkan oleh Wakil Menteri Pertanian Sudaryono. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa peluang impor tidak lagi hanya dinikmati oleh segelintir importir. “Jangan sampai yang dapat itu dia lagi, dia lagi. Kita tidak mau,” tegas Sudaryono di gedung Kementerian Pertanian pada Selasa, 17 Juni 2025.
Sudaryono menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan wujud demokrasi yang berkeadilan, namun pembatasan kuota hanya dihapuskan untuk jenis sapi bakalan, yaitu komoditas pangan yang ditujukan untuk konsumsi dagingnya. Politikus Partai Gerindra tersebut menambahkan bahwa sapi bakalan terintegrasi dalam neraca perdagangan, memungkinkan pemerintah untuk menentukan total kebutuhan daging tahunan. Dari sana, neraca perdagangan akan mengidentifikasi seberapa besar produksi dalam negeri dapat dipenuhi, dan “kemudian ketemulah satu angka yang harus kita impor,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, atau yang akrab disapa Zulhas, telah menjamin tidak akan ada lagi pembatasan kuota impor sapi hidup. Kebijakan ini bertujuan utama untuk menjamin ketersediaan pasokan daging dan susu, sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional. Zulhas menyatakan bahwa importir kini dapat mengimpor sapi hidup tanpa batasan untuk berbagai tujuan, mulai dari penggemukan, pemotongan, hingga produksi susu, guna mendukung industri peternakan dan kebutuhan konsumsi masyarakat.
“Sekarang kan kita buka lebar. Impor sapi yang hidup, impor sapi yang hidup baik untuk potong, penggemukan maupun untuk susu. Sekarang kan bebas, kita bebaskan,” kata Zulhas dalam peringatan Hari Susu Nusantara 2025 di Jakarta, seperti dikutip dari Antara 15 Juni 2025. Dengan kebijakan tanpa kuota ini, Zulhas melihat peluang besar bagi industri pengolahan susu nasional untuk meningkatkan volume produksi dan kualitas pasokan, sekaligus memperkuat rantai pasok dari hulu ke hilir. “Nggak ada kuota-kuota lagi, nggak ada. Jadi sapi hidup, apakah untuk digemukkan, apakah untuk susu. Sekarang nggak ada kuota, bebas, bebas,” tegasnya. Sayangnya, Zulhas tidak merinci teknis pelaksanaan kebijakan tersebut dan langsung meninggalkan lokasi usai menjawab pertanyaan awak media.
Terlepas dari kebijakan penghapusan kuota umum, Sudaryono pada Januari lalu mengungkapkan rencana signifikan terkait sapi perah impor. Sebanyak 200 ribu ekor sapi perah ditargetkan tiba hingga akhir tahun 2025. Impor ini memiliki tujuan ganda: mendukung pemenuhan susu dalam program makan bergizi gratis (MBG) dan mendorong investasi pembangunan pabrik susu di dalam negeri. “Di tahun 2025 ada 200 ribu sapi. Kita kebut semua, termasuk lahan dan lain-lain,” kata Sudaryono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025.
Sudaryono juga menyoroti upaya percepatan penyediaan lahan peternakan untuk menampung sapi perah tersebut. Ia menekankan bahwa ini bukanlah sekadar aktivitas impor, melainkan bentuk investasi. “Yang jelas ini bukan negara impor, tapi orang berinvestasi. Boleh dong bikin pabrik, di Indonesia ini bikin pabrik susu dengan sapinya didatangkan,” ujarnya, menegaskan komitmen pemerintah dalam menarik investasi untuk memperkuat industri susu domestik.
Menjelaskan lebih lanjut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Suganda mengonfirmasi kedatangan 50 ekor sapi perah bunting jenis Frisian Holstein asal Australia pada Januari lalu. Kedatangan ini merupakan bagian dari persiapan program MBG dan sejalan dengan target pemerintah untuk menambah 1 juta ekor sapi perah dalam lima tahun ke depan. Agung juga menekankan bahwa inisiatif ini menunjukkan komitmen nyata sektor swasta dalam mempercepat investasi di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi pada Senin, 6 Januari 2025, menjelaskan bahwa pemberian susu sapi dalam program MBG tidak diwajibkan setiap hari. Hal ini mengingat pasokan susu yang belum merata di setiap daerah. “Paling sedikit itu seminggu sekali, tidak wajib susu itu, bukan menu wajib, karena suplai susu kan belum merata di setiap daerah,” kata Hasan dilansir dari Antara.
Ni Kadek Trisna Cintya Dewi dan Alfitria Nefi P berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan editor: Kuota Impor Sapi Hidup Dihapus, Gapuspindo: Nilai Tambah ke Perekonomian