Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Finance

Kejagung Sita Aset Perusahaan Anak Riza Chalid di Kasus Minyak Mentah

Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyitaan sejumlah aset PT Orbit Terminal Merak (PT OTM), perusahaan milik anak pengusaha minyak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza. Upaya paksa itu dilakukan penyidik Kejagung pada Rabu (11/6).

Penyitaan itu dilakukan lantaran diduga berkaitan dengan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.

“Bahwa benar penyidik pada jajaran Jampidsus sejak tadi pagi, sekiranya pukul 7 pagi sudah berada di lokasi dan melakukan penyitaan,” kata Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar kepada wartawan, di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (11/6).

Adapun sejumlah aset yang disita penyidik dari PT OTM itu yakni sebagai berikut:

1.) 1 bidang tanah seluas 31.921 m2 dengan SHGB Nomor 119 atas nama PT OTM.

2.) 1 bidang tanah seluas 190.694 m2 dengan SHGB Nomor 32 atas nama PT OTM, yang di atas tanah-tanah tersebut terdiri bangunan:

  • 5 tangki dengan kapasitas 22.400 kiloliter;

  • 3 tangki dengan kapasitas 20.200 kiloliter;

  • 4 tangki dengan kapasitas 12.600 kiloliter;

  • 7 tangki berkapasitas 7.400 kiloliter;

  • 2 tangki berkapasitas 7.000 kiloliter;

  • Jetty 1 dengan Max Displacement 133.000 metrik ton;

  • Jetty 2 dengan Max Displacement 20.000 metrik ton; dan

  • 1 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nomor 34.42414.

“Jadi oleh penyidik melihat bahwa ini ada kaitannya dengan proses penanganan perkara terkait dengan pengadaan minyak mentah dan produk kilang di PT PPN [PT Pertamina Patra Niaga],” tutur Harli.

“Tentu karena ini berkaitan dengan keberlangsungan operasional dari kilang dimaksud, maka oleh penyidik ini dititipkan kepada PT Pertamina Patra Niaga untuk dilakukan operasionalisasinya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kejagung juga telah sempat menggeledah PT OTM pada Kamis (27/2) lalu. Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita sebanyak 95 bundel dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) berupa dua unit handphone.

Selain itu, rangkaian penggeledahan lain juga dilakukan penyidik di dua rumah milik Riza Chalid yang berlokasi di Jalan Jenggala II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan, pada Kamis (27/2) lalu.

Kemudian, penggeledahan juga sempat dilakukan di terminal bahan bakar minyak (TBBM) Tanjung Gerem di Cilegon, Banten, pada Jumat (28/2) lalu.

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Dalam korupsi tata kelola minyak mentah yang tengah ditangani Kejagung ini, enam orang petinggi subholding Pertamina berinisial RS, SDS, YF, AP, MK, dan EC dijerat sebagai tersangka.

Selain mereka, tiga tersangka lainnya yakni; Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

Kasus ini bermula pada 2018-2023. Untuk pemenuhan minyak mentah dalam negeri harus wajib mengutamakan pasokan dalam negeri. Pertamina harus mencari dari kontraktor dalam negeri sebelum impor.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.

Namun, Kejagung menemukan adanya pengkondisian untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi kilang dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Sehingga pada akhirnya harus impor.

Kemudian, pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri juga oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak dengan alasan tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan masuk HPS.

Selain itu, penolakan juga dinilai karena produksi KKKS tidak sesuai kualitas, padahal faktanya dapat diolah. Dengan penolakan itu, maka minyak mentah dari KKKS tak terserap. Kemudian malah diekspor ke luar negeri. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah, impor pun dilakukan.

Dalam proses impor ini diduga terjadi pemufakatan jahat, yakni terdapat kesepakatan harga yang sudah diatur dengan tujuan dapat keuntungan dengan melawan hukum. Hal ini disamarkan seolah-olah sesuai ketentuan. Pemenang broker pun telah diatur.

Ditambah lagi, dalam proses pengadaan produk kilang, PT PPN melakukan pembelian RON 92, padahal sebenarnya yang dibeli yakni RON 90. Kemudian itu di-blending untuk jadi RON 92.

Pada saat dilakukan impor minyak mentah, ada proses mark up kontrak pengiriman. Sehingga pihak BUMN mengeluarkan fee 13-15 persen dan menguntungkan Muhammad Kerry Andrianto Riza.

Atas perbuatan para tersangka ini, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak yang akan dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.

Dari hasil penghitungan sementara, kerugian negara yang ditimbulkan perkara korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun. Jumlahnya diprediksi lebih tinggi, karena angka kerugian sementara itu hanya pada 2023 saja.

Related Articles

Back to top button