Anna Wintour Mundur dari Jabatan Editor-in-Chief Majalah Vogue Amerika

Kabar mengejutkan datang dari dunia fashion, Ladies. Anna Wintour mundur dari jabatannya sebagai Editor-in-Chief atau pemimpin redaksi majalah Vogue Amerika Serikat. Berita ini disampaikan langsung oleh penerbit majalah Vogue, Conde Nast, pada Kamis (26/6).
Anna Wintour meninggalkan posisi ini setelah 37 tahun memimpin Vogue AS. Dilansir Vogue, meskipun Anna tak lagi memegang jabatan Editor-in-Chief di Vogue AS, ia tetap mempertahankan posisi penting di Conde Nast. Sejak 2020, Anna Wintour memegang jabatan sebagai Chief Content Officer di Conde Nast.
Bahkan, dengan mundurnya Anna dari posisi pemred, ia akan memiliki lebih banyak waktu untuk mengawasi majalah Vogue di berbagai negara serta brand-brand lainnya di bawah Conde Nast, seperti WIRED, Vanity Fair, Allure, Tatler, hingga GQ.
Jadi, Anna Wintour tidak pensiun, melainkan hanya berpindah jabatan untuk memperluas gerak dan perannya di Conde Nast. Menurut CNN Style, ini merupakan salah satu langkah restrukturisasi global perusahaan yang tengah berlangsung di Conde Nast.
“Siapa pun yang bekerja di bidang kreatif tahu betapa pentingnya bagi seseorang untuk tak pernah berhenti berkembang. Kala saya menjadi redaktur Vogue, saya sungguh tak sabar untuk membuktikan kepada siapa pun yang akan mendengarkan saya bahwa ada cara baru yang mengesankan untuk mengimajinasikan sebuah majalah fashion Amerika,” kata Anna dalam rapat staf Vogue pada Kamis (26/6), dikutip dari Vogue.
Setelah Anna mundur, tidak akan ada lagi jabatan Editor-In-Chief di Vogue AS. Posisi pimpinan ini akan digantikan dengan jabatan bernama Head of Editorial Content atau kepala konten redaksi.
Anna mengatakan, ia akan tetap melanjutkan tugas-tugas penting yang sebelumnya ia emban sebagai pemred. Salah satunya adalah mengawasi berjalannya Met Gala, malam fashion dan penggalangan dana bergengsi yang diselenggarakan oleh The Costume Institute Metropolitan Museum of Art New York.
Lewat perubahan besar ini, Vogue AS membuka jalan untuk para editor fashion mencoba peruntungan di majalah mode bergengsi tersebut. Ini membuka peluang untuk wajah-wajah baru maupun lama, bahkan potensi untuk menciptakan sejarah. Contohnya, dua tahun lalu, Chioma Nnadi menjadi perempuan kulit hitam pertama yang pernah memimpin British Vogue (majalah Vogue yang terbit di Britania -red).
Anna Wintour, pendobrak pintu dunia mode
Sosok yang dikenal berkat kacamata hitam dan rambut bob ikonis ini pertama kali menjabat sebagai Editor-In-Chief Vogue AS pada 1988. Anna masuk ke jajaran kepemimpinan dengan membawa ide-ide baru yang mendobrak tradisi Vogue.
Dilansir CNN Style, di bawah Anna Wintour, Vogue AS mengambil langkah yang lebih berani. Contohnya, sampul Vogue edisi November 1988—edisi pertama Anna Wintour—menampilkan model Michaela Bercu dalam balutan celana jeans. Ini adalah pertama kalinya celana jeans muncul di sampul majalah sepanjang sejarah Vogue.
Tak hanya itu, sejak Anna memimpin, Vogue AS tidak lagi selalu diramaikan dengan foto sampul berlatar studio fotografi. Di bawah Anna Wintour, kreativitas foto sampul semakin berwarna berkat foto-foto yang lebih kasual, berlatar di luar ruangan, dan potret model close-up.
Anna jugalah yang mereformasi Met Gala hingga menjadi sepopuler, semegah, dan sebertabur bintang saat ini. Anna Wintour mengombinasikan kekuatan high fashion dan pengaruh besar selebriti dunia, menjadikan Met Gala sebuah acara penggalangan dana tahunan yang paling dinanti.