Kanker Payudara: Kisah Inspiratif, Payudara Dipindah Selamatkan Hidupnya!

Nicola Purdie, seorang ibu yang gigih, menghadapi mimpi buruk yang berulang di tahun 2024. Saat tengah mengandung anak keduanya yang sangat dinantikan, di usia kehamilan lima bulan, ia merasakan benjolan di payudara kanannya.
Bagi sebagian besar orang, diagnosis kanker saat hamil adalah pukulan telak. Namun, bagi Nicola, ini adalah babak baru dalam perjuangan panjangnya melawan kanker.
Sebelumnya, di tahun 2020, ia telah menjalani mastektomi ganda, serangkaian kemoterapi yang melelahkan, dan rekonstruksi payudara yang kompleks akibat diagnosis kanker payudara.
Kini, dihadapkan pada kenyataan pahit ini, Nicola mengajukan ide yang tak lazim kepada ahli bedahnya: mencangkok payudara hasil rekonstruksi yang sehat dari tubuhnya sendiri untuk menggantikan payudara yang kembali digerogoti kanker. Prosedur ini diyakini banyak pihak sebagai yang pertama kali dilakukan di dunia.
Kisah perjuangan Nicola dimulai pada September 2020, ketika ia menemukan benjolan di payudaranya setelah menyelesaikan masa menyusui anak pertamanya. Saat itu, ia berprofesi sebagai guru geografi di kota kelahirannya, Swansea, Wales.
Diagnosis kanker ditegakkan sebulan kemudian. Nicola menjalani kemoterapi intensif selama lima bulan di Rumah Sakit Singleton, diikuti dengan mastektomi ganda.
Walaupun kanker hanya terdeteksi di satu payudara, wanita berusia 38 tahun ini mengambil keputusan berani untuk mengangkat kedua payudaranya. Ia ingin menyingkirkan semua potensi sel kanker selagi dirinya masih muda.
Keputusan ini juga dipengaruhi oleh riwayat keluarga yang kuat akan kanker payudara. Bibi dan nenek dari pihak ibunya juga pernah berjuang melawan penyakit yang sama.
Operasi rekonstruksi payudara Nicola menggunakan teknik DIEP (deep inferior epigastric perforator), yang memanfaatkan kulit dan jaringan dari perutnya.
“Dengan teknik ini, saya memiliki payudara alami yang bisa tumbuh dan menyusut seiring perubahan berat badan saya. Saya juga terhindar dari kebutuhan implan, yang biasanya perlu diganti setiap 10 atau 15 tahun,” jelasnya.
Karena kankernya sensitif terhadap estrogen, Nicola harus menjalani terapi penekan hormon selama minimal dua tahun.
‘Ini Bukan Kebetulan. Ini Kanker.’
Sejak awal, Nicola memendam keinginan untuk memiliki anak kedua. Dua setengah tahun setelah diagnosis pertamanya, impian itu akhirnya menjadi kenyataan dan ia hamil.
“Semua ahli onkologi yang kami konsultasi sepakat bahwa kehamilan tidak akan meningkatkan risiko kanker saya, karena saya sudah menunjukkan respons patologis yang sempurna [tidak ada tanda-tanda kanker setelah perawatan],” ungkap Nicola.
Namun, kenyataan berkata lain. Sebuah benjolan kedua muncul secara tiba-tiba.
“Kali ini, benjolan itu muncul di kulit payudara, satu-satunya jaringan yang tersisa dari operasi pertama. Saya yakin ada sel kanker yang bersembunyi di sana,” jelasnya.
“Begitu saya merasakannya, saya langsung tahu ini bukan kebetulan. Ini adalah kanker yang kembali.”
Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Nicola memilih untuk merahasiakan penyakitnya dari banyak orang, hanya berbagi dengan keluarga dan teman dekat.
Salah satu alasannya adalah untuk melindungi putri sulungnya dari berita buruk ini.
“Selain itu, saya ingin melindungi anak yang masih ada di dalam kandungan. Saya ingin semua perhatian tertuju padanya saat ia lahir, bukan pada penyakit saya.”
Nicola meyakini bahwa pola pikir ini membantunya untuk “menutup diri” dan tidak terlalu memikirkan kanker sampai putranya lahir.
Karena sedang hamil, Nicola tidak bisa menjalani kemoterapi atau pemindaian rutin untuk memantau penyebaran kanker.
Ia hanya menjalani beberapa rontgen dada serta USG perut dan hati.
Meskipun tidak “100% yakin”, berbagai tes ini memberinya keyakinan bahwa sel kankernya masih terbatas di area payudara.
Ia juga menjalani lumpektomi untuk mengangkat benjolan dari kulit payudaranya.
Awalnya, Nicola direncanakan melahirkan bayinya pada usia kehamilan 32 minggu, sekitar akhir Agustus.
Namun, meskipun ia sangat membutuhkan pengobatan, ia tetap memprioritaskan masa depan putranya.
Pada tanggal 26 Agustus, Nicola meminta izin untuk menunda persalinan hingga minggu berikutnya. Permintaan ini sempat mengejutkan suaminya, tetapi Nicola merasa harus memberikan kesempatan terbaik bagi bayinya untuk berkembang.
Akhirnya, mereka menunggu hingga hari Senin pertama di bulan September. Putranya lahir pada usia 32 minggu enam hari.
Fraser, nama putranya, harus dirawat di unit neonatal selama tiga minggu.
Nicola bersyukur karena kondisi Fraser terus membaik. Baginya, kemajuan putranya adalah sumber kekuatan di tengah kesulitan yang mereka hadapi.
Ia tidak bisa membayangkan betapa beratnya jika putranya juga berada dalam kondisi yang tidak baik.
Dua minggu setelah melahirkan Fraser, Nicola memulai kemoterapi. Setiap hari, ia harus bolak-balik dari unit perawatan bayi di lantai atas untuk menjalani pengobatan, kemudian kembali menemui putranya.
Secara total, ia menjalani 16 sesi kemoterapi hingga awal Februari.
Pada awalnya, tim onkologi tidak yakin operasi apa yang paling tepat untuk Nicola. Pasalnya, ia memiliki banyak titik kanker di area payudara kanan serta tumor di salah satu kelenjar getah bening.
Pilihan yang paling mungkin adalah pengangkatan dan teknik LD (latissimus dorsi). Prosedur ini melibatkan pemindahan otot dan kulit dari punggung untuk menutupi area kosong setelah pengangkatan payudara.
Namun, dalam kasus Nicola, area tersebut akan tetap rata.
Rekonstruksi menggunakan implan di sisi kanan juga tidak memungkinkan. Kulit yang harus diangkat terlalu banyak, sehingga tidak cukup untuk menutupi implan atau menahan kerusakan dari terapi radiasi berikutnya.
Bibi Nicola, yang pernah menjalani operasi LD, tahu betul bahwa prosedur itu membutuhkan proses pemulihan yang berat. Selain itu, rentang gerak setelah operasi juga terbatas.
Sebagai ibu dari dua anak, Nicola merasa ini bukanlah pilihan yang ideal baginya.
Ia juga menginginkan “simetri”: dua payudara atau tidak sama sekali.
Saat berbincang dengan adik perempuannya, Nicola mendapatkan sebuah ide brilian: jika kedua payudaranya harus diangkat, mengapa tidak menggunakan kulit dari payudara kiri yang sehat untuk menutupi area yang lebih besar di kanan?
Saat konsultasi dengan ahli bedah plastik, rekonstruksi, dan payudara, Reza Arya, ide untuk memindahkan seluruh payudara secara utuh itu pun muncul.
Nicola menyadari bahwa gagasan ini memungkinkannya untuk memiliki payudara kanan yang direkonstruksi dengan baik.
Adapun payudara kirinya bisa direkonstruksi menggunakan implan, karena sisa kulit dari operasi pertama pada 2020 masih mencukupi.
Nicola mengajukan ide ini kepada Reza Arya. Ia ingin tahu apakah mereka bisa mengambil dari payudara kiri untuk mengisi kekurangan di payudara kanan.
Menurut Nicola, ia bisa melihat “otak sang dokter langsung bekerja keras” memikirkan ide tersebut.
Reza Arya mengaku terdiam mendengar ide tersebut.
“Saya belum pernah melihat atau mendengar prosedur semacam ini dibicarakan atau dipublikasikan,” ujarnya. “Bahkan saat itu pun, saya belum yakin apakah saya akan menambah beban atau justru membantu penanganan Nicola.”
Arya mengatakan sangat jarang ada pasien yang datang dengan ide sebrilian itu.
“Salut untuk Nicola, dia luar biasa,” pujinya.
“Saya berdiskusi intensif dengan rekan-rekan di seluruh Inggris, yang semuanya ahli dalam rekonstruksi flap dari perut. Kesimpulannya: ini mungkin bisa dilakukan, jadi silakan lanjutkan.”
“Ini bukan mastektomi biasa,” jelasnya. “Kami mengangkat seluruh area payudara [kanan]. Ini adalah area kulit yang sangat, sangat besar. Untuk menutupnya, Anda harus ‘meminjam’ kulit dan jaringan dari tempat lain, yang bisa menahan radioterapi di masa depan.”
“Sisi kiri [payudara] mudah direkonstruksi di kemudian hari, karena tidak akan terkena radioterapi dan semua perawatan lain, ataupun sel kankernya sendiri.”
Ketika Nicola memasuki ruang operasi, ia menyadari ada dua kemungkinan hasil yang akan dihadapinya.
Pertama, transplantasi payudara kiri ke kanan berhasil sesuai rencana.
Kedua, jika transfer tidak memungkinkan, ia akan menjalani rekonstruksi dengan LD flap di sisi kanan, dan payudara kirinya tetap diangkat sesuai permintaannya.
Apa pun hasilnya, Nicola sudah memberikan restu penuh kepada Reza Arya.
Dan “pertaruhan gila” ini membuahkan hasil yang gemilang.
“Yang menjadikan prosedur ini yang pertama di dunia adalah fakta bahwa jaringan [payudara] dipindahkan ke dua lokasi berbeda,” jelasnya.
“Kami tidak tahu apakah ini mungkin. Proses bedah mikro untuk menyambungkan pembuluh darah—apakah akan berhasil? Atau justru akan sangat rusak sehingga mustahil dilakukan?”
Nicola kini akan memulai radioterapi selama beberapa pekan. Mendekati Natal nanti, Nicola dijadwalkan menjalani operasi rekonstruksi di sisi kiri menggunakan implan salin.
Nicola akan menjalani terapi hormon selama 10 tahun ke depan untuk mengelola risiko kekambuhan. Namun, untuk siklus perawatan ini, ia sudah dinyatakan bersih dari kanker.
Untuk seseorang yang telah melalui pengalaman seberat itu, Nicola tampak sangat optimis.
Bagaimana ia bisa tetap positif?
“Jika saya mengalami saat-saat di mana saya merasa ‘Ya Tuhan, ini mengerikan, kenapa ini menimpa kami?'” ujarnya.
“Saya membiarkan diri saya memikirkannya sebentar, lalu beralih ke hal berikutnya. Jika Anda tidak membiarkan diri Anda memikirkannya, itu tidak akan menjatuhkan Anda.”
“Saya harus duduk dan berpikir, ‘Inilah hidup. Hal-hal yang lebih buruk bisa saja terjadi’. Saya beruntung karena saya mendapatkan perawatan luar biasa sejak awal, dan tim yang luar biasa yang saya percaya.”
Bagi Nicola, kedua buah hatinya adalah pengalih perhatian terbaik yang pernah ada.
“Itu adalah harapan, bukan? Ketika Anda melihat anak-anak kecil. Anda merasa ada harapan untuk masa depan.”
Baca juga:
- Apakah pengobatan alternatif ampuh menyembuhkan kanker?
- Makin banyak anak muda mengidap kanker – Apa penyebab dan gejalanya?
- Cara baru mendeteksi kanker payudara sejak dini
Baca juga:
- Terobosan baru pengobatan kanker kurang dari satu detik, bagaimana cara kerjanya?
- ‘Saya pikir, saya punya waktu’ – Kisah dua perempuan Indonesia terkena kanker payudara pada usia 20-an tahun
- Efek samping kanker yang ‘tersembunyi’ dan tidak banyak dibicarakan – Apa bahaya limfedema?