Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Finance

Raja Ampat Gempar! 4 Perusahaan Tambang Terancam Pidana

Beritasob.com –, Jakarta – Kabar terbaru dari Raja Ampat, Papua Barat Daya, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindak perusahaan pertambangan yang melanggar aturan. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa empat perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah tersebut terancam sanksi berat, mulai dari sanksi administratif hingga tuntutan pidana.

Pilihan editor: Jadi-Tidak-Jadi PDIP Masuk Pemerintahan Prabowo

Sebagai tindak lanjut pencabutan IUP, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan segera mengirimkan tim khusus ke Raja Ampat pada pekan ini. Tim ini bertugas untuk melakukan pendalaman pengawasan dan menentukan langkah-langkah selanjutnya. Penegasan ini disampaikan Hanif usai rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 10 Juni 2025.

Hasil pengawasan tim KLH akan menjadi dasar penentuan sanksi. “Ada tiga tindakan yang bisa diterapkan,” tegas Hanif, “Mulai dari sanksi administrasi pemerintah, sengketa lingkungan hidup, hingga gugatan pidana.” Lebih lanjut, Hanif menambahkan, “Ada yang memang potensi ke sana karena ada beberapa kegiatan yang dilakukan di luar norma. Ini ada potensi pidana terkait kegiatan pertambangan yang telah dilakukan.”

Tidak hanya pencabutan izin, Hanif juga menekankan pentingnya pemulihan lingkungan. Proses ini akan menjadi tanggung jawab bersama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, pemerintah secara resmi mencabut empat dari lima IUP di Raja Ampat pada Selasa, 10 Juni 2025. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. Sementara itu, PT Gag tetap diperbolehkan untuk melanjutkan operasinya.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan alasan di balik keputusan ini. Menurutnya, PT Gag tetap diizinkan beroperasi karena perusahaan tersebut dinilai patuh terhadap analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). “Tadi kalian sudah lihat foto-fotonya itu. Alhamdulillah sesuai dengan Amdal,” ujarnya. “Sehingga karena itu juga adalah bagian dari aset negara selama kita awasi betul. Arahan Bapak Presiden kita harus awasi betul lingkungannya. Sampai dengan sekarang kami berpandangan tetap akan bisa berjalan.”

Keputusan pencabutan empat IUP ini merupakan hasil rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto sehari sebelumnya, Senin, 9 Juni 2025. Rapat yang digelar di kediaman pribadi Prabowo di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, dihadiri oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dengan fokus utama pembahasan mengenai tambang nikel di Raja Ampat.

Bahlil sebelumnya telah memberikan klarifikasi terkait lokasi pertambangan PT Gag Nikel, menegaskan bahwa aktivitas perusahaan tidak berada di wilayah konservasi. Lokasi tambang berada di Pulau Gag, yang berjarak sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Pulau Piaynemo, salah satu destinasi wisata andalan Raja Ampat. “Banyak yang bilang tambang ada di Piaynemo, itu keliru. Tambangnya di Pulau Gag, cukup jauh dari sana. Saya tahu karena saya sering ke Raja Ampat,” jelas Bahlil dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Jumat, 6 Juni 2025.

Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap penolakan masyarakat atas kegiatan pertambangan di Raja Ampat. Sebagai bentuk tanggung jawab, Bahlil memutuskan untuk menghentikan sementara operasi PT Gag Nikel mulai Kamis, 5 Juni 2025, sambil menunggu hasil verifikasi langsung di lapangan. “Untuk sementara kami hentikan sampai kami cek langsung kondisi di lapangan,” tegasnya.

Bahlil juga mengungkapkan bahwa terdapat lima perusahaan tambang yang memegang izin resmi untuk beroperasi di Raja Ampat. Dua perusahaan memiliki izin dari pemerintah pusat, sementara tiga lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah.

PT Gag Nikel menjadi perusahaan pertama yang disebutkan, dengan izin operasi produksi yang berlaku sejak 2017 berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 dan akan terus berlaku hingga 30 November 2047. Perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektare di Pulau Gag ini diklaim telah memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sejak 2014, yang kemudian diperbarui dengan adendum Amdal pada 2022, serta Adendum Amdal Tipe A yang diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun lalu. Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

Perusahaan kedua, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), memegang IUP Operasi Produksi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui SK Menteri ESDM Nomor 91201051135050013 pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. PT ASP memiliki wilayah operasi seluas 1.173 hektare di Pulau Manuran dan telah memiliki dokumen Amdal pada 2006 serta UKL-UPL pada tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.

Selanjutnya, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) mengantongi IUP dari SK Bupati Nomor 153.A Tahun 2013. Izin ini berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah seluas 2.193 hektare di Pulau Batang Pele. Menurut catatan Kementerian ESDM, kegiatan perusahaan ini masih dalam tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.

Keempat, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) memegang IUP yang diterbitkan oleh SK Bupati Nomor 290 Tahun 2013, berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 hektare. Perusahaan ini memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Meskipun kegiatan produksi telah dilakukan sejak 2023, saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.

Terakhir, PT Nurham memegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat Nomor 8/1/IUP/PMDN/2025. Perusahaan ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektare di Pulau Waegeo dan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat sejak 2013. Namun, hingga kini perusahaan belum berproduksi.

Hendrik Yaputra, Nandito Putra dan Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: DPR Minta Pemerintah Tak Gegabah Terbitkan Izin Usaha Pertambangan

Related Articles

Back to top button