Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Politics

Raja Ampat Terancam? Greenpeace Desak Pencabutan Izin Tambang Nikel!

Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah agar segera menerbitkan surat keputusan resmi terkait pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat. Langkah ini, menurut Kepala Kampanye Hutan Indonesia Greenpeace, Kiki Taufik, sangat krusial untuk memperkuat dasar hukum pencabutan tersebut, sehingga perusahaan pemegang IUP tidak memiliki celah untuk mengajukan tuntutan di kemudian hari.

“Kami masih menantikan surat keputusan resmi dari pemerintah yang dapat diakses secara terbuka oleh publik,” ujar Kiki pada Rabu, 11 Juni 2025, melalui sambungan telepon. Meskipun menyambut baik pengumuman pencabutan empat IUP nikel ini sebagai sebuah langkah maju untuk membebaskan Raja Ampat dari aktivitas penambangan, Greenpeace menyayangkan keputusan pemerintah yang masih membiarkan satu pertambangan nikel milik PT Gag Nikel tetap beroperasi di wilayah tersebut.

Kiki menegaskan, “Keputusan pencabutan ini adalah kabar baik, setidaknya sebuah langkah awal yang positif. Ini merupakan salah satu langkah penting menuju perlindungan penuh dan permanen terhadap ekosistem Raja Ampat.” Namun, perjuangan Greenpeace belum usai. Mereka akan terus mengupayakan agar Raja Ampat sepenuhnya bebas dari kegiatan tambang. Pasalnya, aktivitas PT Gag Nikel tetap berpotensi merusak ekosistem laut dan pesisir yang rapuh. “Kami tetap menuntut perlindungan total bagi seluruh ekosistem Raja Ampat, termasuk pencabutan seluruh izin tambang—baik yang aktif maupun tidak aktif,” imbuhnya.

Terkait desakan Greenpeace mengenai keberadaan SK pencabutan empat izin usaha pertambangan di Raja Ampat, Tempo telah berupaya menghubungi Juru Bicara Menteri ESDM, Dwi Anggia. Namun, hingga berita ini ditayangkan, belum ada respons yang diterima dari nomor selulernya.

Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan pencabutan empat IUP nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keputusan penting ini disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, dalam konferensi pers daring pada Selasa, 10 Juni 2025. Prasetyo menjelaskan bahwa pencabutan izin ini merupakan hasil evaluasi komprehensif yang melibatkan berbagai kementerian terkait, seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet.

“Presiden memimpin langsung rapat terbatas yang membahas persoalan izin tambang di Raja Ampat. Atas arahan beliau, pemerintah memutuskan mencabut izin usaha pertambangan empat perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut,” ungkap Prasetyo. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menambahkan bahwa keempat IUP yang dicabut adalah milik PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Sementara itu, izin PT Gag Nikel yang berlokasi di Pulau Gag tidak dicabut dan masih diizinkan beroperasi.

Bahlil menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah timnya melakukan pengecekan langsung di lapangan. Dari hasil pengecekan tersebut, hanya PT Gag Nikel yang memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2025, sementara empat perusahaan lainnya tidak mengajukan. Lebih lanjut, Bahlil merinci bahwa total luas konsesi yang diberikan kepada PT Gag Nikel mencapai 13.136 hektare. Dari luasan tersebut, baru 260 hektare yang telah dibuka, dengan lebih dari 130 hektare telah direklamasi dan 54 hektare di antaranya bahkan telah dikembalikan kepada negara.

“Pulau Gag itu juga tidak berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat. Letaknya sekitar 42 km dari Piaynemo, pusat kawasan wisata utama, dan secara geografis lebih dekat ke Maluku Utara,” kata Bahlil, memberikan justifikasi. Di sisi lain, Bahlil menegaskan bahwa keempat perusahaan yang izinnya dicabut dinilai memiliki sejumlah permasalahan, termasuk pelanggaran lingkungan dan legalitas yang tidak sesuai dengan perkembangan kebijakan nasional. “Sebagian dari izin-izin ini dikeluarkan pada 2004 hingga 2006 oleh pemerintah daerah sesuai Undang-Undang Minerba lama. Tapi kami tidak ingin menyalahkan siapa pun, ini adalah tanggung jawab bersama untuk kita bereskan,” pungkasnya.

Pilihan Editor: Mengapa Pengusaha Menolak Kenaikan Royalti Tambang

Related Articles

Back to top button